Selasa, 25 Februari 2014

manajemen berbasis madrasah

MAKALAH
MANAJEMEN BERBASIS MADRASAH


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Materi Manajeman Madrasah

Dosen Pengampu:
Hj. Zahrotun Nikmah Afif, M. Pd. I
Description: STIT Warna new 2010
 









Oleh :
Syifa’ul Afifah


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
AL URWATUL WUTSQO - JOMBANG
2013




KATA PENGANTAR

            Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan inayah-Nya, pemakalah dapat menyelesaikan makalah yang berjudul MANAJEMEN MADRASAH.
            Ucapan terima kasih pemakalah  sampaikan kepada Bu Zahrotun Nikmah, M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, serta seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
            Pemakalah menyadari bahwa makalah ini bukanlah sebuah proses akhir melainkan tahap awal yang masih memerlukan perbaikan-perbaikan, oleh karena itu usul serta saran yang bersifat membangun sangatlah diperlukan untuk penyempurnaan makalah ini. Atas usul serta saran dari semua pihak, Pemakalah  menguucapkan banyak terima kasih.









                                                                                                   Jombang, 5 Pebruari 2013



                                                                                                 Penyusun




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR …………………...…………………………………….1.  
DAFTAR ISI …………….…………...……………………………..….………2
BAB I   PENDAHULUAN 
A.      Latar Belakang …………………………………………..………………....3
B.       Rumusan Masalah ……………………………...…………………………..3
C.       Tujuan Pembahasan ………………………………...……………………...3

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Manajemen Madrasah.............................................................4
B.       Karakteristik Manajemen Berbasis Madrasah (MBM ................................4
C.     Tujuan Manajemen Berbasis Madrasah.....................................................6
D.    Implementasi Manajemen  Berbasis Madrasah (MBM).............................7
E.     Hasil Penelitian di Mts Al-Urwatul Wutsqo (UW).....................................7

BAB III   PENUTUP
Kesimpulan ………………………………………………………..............8

DAFTAR PUSTAKA  ................................................................................ .....9







BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam UU RI No. 20 th. 2003, tentang sistem pendidikan Nasional, dikemukaktaan bahwa pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang Maha Esa, Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, inovatif, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Madrasah adalah salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output yang unggul. madrasah adalah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota masyarakat dalam bidang pendidikan. kemajuan madrasah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, masyarakat adalah pemilik madrasah.
B.  Rumusan masalah
1.      Apa Pengertian dari Manajemen Madrasah ?
2.      Apa yang di maksud dengan karakteristik Manajemen Madrasah?
3.      Apa Tujuan dari Manajemen Madrasah ?
4.      Sebutkan Implementasi Manajemen  Berbasis Madrasah (MBM)?
5.      Apa manfaat dari MBM?
6.      Bagaimana hasil penelitian di MTS UW?
C.  Tujuan pembahasan
1.      Mampu menjelaskan Pengertian dari Manajemen Madrasah
2.      Mampu mengemukakan karakteristik Manajemen Madrasah
3.      Mampu memahami Tujuan dari Manajemen Madrasah
4.      Mampu mengimplementasi Manajemen  Berbasis Madrasah (MBM)
5.      Mampu menjelaskan Apa manfaat dari MBM
6.      Mampu menjelaskan hasil penelitian di MTS UW


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Manajemen Madrasah
Manajemen Berbasis Madraah (MBM) atau Madrasah Based Managemen (MBM) merupakan strategi untuk mewujudkan madrasah yang efektif dan produktif. (Mulya dan Taufiq Dahlan)
Madrasah merupakan terjemahan dari istilah sekolah dalam bahasa Arab. Namun, konotasi selama ini dianggap sebagai lembaga pendidikan islam yang mutunya lebih rendah daripadamutu lembaga pendidikan lainya, terutama di sekolah umum, walaupun ada beberapa madrasah juga yeng lebih maju drai sekolah umum. (Mujamil Qamar)
Hal ini perlu ditekankan, mengingat madrasah merupakan salah satu bentuk pendidikan di Indonesia, yang memeiliki peranan sangat penting dalam menentukan kwalitas sumberdaya manusia yang tangguh, kreatif, beriman, bertakwa dan bertanggung jawab.
B.     Karakteristik Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)
karaktetistik dasar MBM sebagai berikut:
1.      Pemberian Otonomi Luas kepada Madrasah.
MBM memberikan otonomi luas  atau kewenangan dan kekuasaan untuk mengembangkan program kurikulum, menyesuaikan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat, menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan.

2.      Tinggingnya Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua
Dalam MBM Pelakasanaan program madrasah didukung oleh tingginya partisipasi masyarakat, orang tua, dan peserta didik yang menjalin kerja sama untuk memberikan bantuan dan pemikiran serta menjadi nara sumber dalam berbagai kegiatan peningkatan kwalitas madrasah. 
3.      Kepemimpinan  yang Demokratis dan Profesional.
Dalam MBM, pelaksanaan program madrasah didukung oleh adanya kepemimpinan madrasah yang demokratis dan profesional. Kepala Madrasah merupakan menejer pendidikan profesional yang direkrut komite untuk mengelola kegiatan madrasah bedasarkan kebijakan yang ditetapkan. Guru yang direkrut menjadi pendidik profesional dalam bidangnya masing-masing.
4.      Team-Work yang Kompak dan Transparan
Dalam MBM, keberhasilan progam madrasah yang didukung oleh kinerja team yang kompak. Misalnya, pihak terkait bekerjasama secara profesional untuk mencapai tujuan atau target yang disepakati bersama. (Mulya dan Taufiq Dahlan)


C.    Tujuan Manajemen Berbasis Madrasah
MBM merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat dalam penguasaan ilmu dan teknologi yang dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk merealisasikan tujuan tersebut , pemerintah telah menetapkan 4 strategi pokok pembangunan, antara lain:
1.      Pemerataan
Dimaksudkan agar semua warga Indonesia memperoleh kesempatan yang sama untuk mengenyam dan mengikuti pendidikan yang berkualitas. Warga negara miskin harus mendapatkan pendidikan yang sama kwalitasnya dengan yang kaya.
2.      Relevansi
Dalam relevansi pendidikan dititik beratkan pada konsep “link end match”, yakni keterkaitan dan kesepadanan antara apa yang diberikan di sekolah dengan apa yang ada di lapangan. Misalnya, dengan pemberian porsi muatan lokal.
3.      Kualitas
Sekolah tersebut dapat mengeluarkan out pout yang menyamai bahkan melebihi harapan, sehingga mendapatkan kepuasan. (Tim dosen administrasi pendidikan UI)
4.      Efisiensi
Sistem pendidikan yang berlansung pada jalur sekolah di Indonesia hendaknya memperhatikan unsur efisiensi. Suatu kegiatan bisa dikatakan efisien bila tujuan dapat tercapai secara optimal dengan penggunaan sumber daya yang minimal. (Mulya dan Taufiq Dahlan)
D.    Implementasi Manajemen  Berbasis Madrasah (MBM)
1.      Iklim madrasah yang kondusif.
2.      Otonomi Madrasah
3.      Kewajiban Madrasah
4.      Kepemimpinan Madrasah yang Demokratif dan Profesional
5.      Revitalisasi Partisipasi Masyarakat
E.     Manfaat MBM
Dengan adanya Otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru agar lebih berkosentrasi pada tugas utamanya mengajar. Dengan demikian MBM mendorong Profesionalisme Guru dan kepala Madrasah sebagai pemimpin pendidikan pada garis depan.
F.     Hasil Penelitian di Mts Al-Urwatul Wutsqo (UW)
Masalah:
1.    Bagaimana manajemen di Mts UW, apakah berperan secara profesional?
Dalam hubungan organisasi di Mts UW kurang lancar  dan sedikit mengalami kesenjangan disebabkan dari stekholders terjadi ketidak harmonisan.
2.    Bagaimana kinerja guru dalam menjalankan amanah sebagai pendidik yang profesional?
Mengalami sedikit kemunduran semenjak minimya komunikasi antara kepala sekolah dengan tenaga pendidik.
3.    Apakah kurikulum  di Mts UW menggunakan RPP meskipun pelajaran muatan lokal seperti Qur-any, tafsir ahkam dsb.?
Iya, karena di Mts UW lebih mengutamakan kwalitas. Di Mts UW juga diadakan rekrutmen guru dari pihak mahasiswa yang mondok di PPUW, sehingga jika terjadi ketidak hadiranya guru maka tidak terjadi kefakuman di kelas tersebut.




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
A.  Pengertian Manajemen Madrasah
Manajemen Berbasis Madraah (MBM) atau Madrasah Based Managemen (MBM) merupakan strategi untuk mewujudkan madrasah yang efektif dan produktif.
B.     Karakteristik Manajemen Berbasis Madrasah (MBM)
1.         Pemberian Otonomi Luas kepada Madrasah.
2.         Tinggingnya Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua
3.         Kepemimpinan  yang Demokratis dan Profesional.
4.         Team-Work yang Kompak dan Transparan
C.      Tujuan Manajemen Berbasis Madrasah
1.      Pemerataan
2.      Relevansi
3.      Kualitas
4.      Efisiensi
D.    Implementasi Manajemen  Berbasis Madrasah (MBM)        
E.     Manfaat MBM
MBM mendorong Profesionalisme Guru dan kepala Madrasah sebagai pemimpin pendidikan pada garis depan.

F.       Hasil Penelitian di Mts Al-Urwatul Wutsqo (UW)
Daftar pustaka

Mulyasa. 2003. Manajemen berbasis madrasah. Surabaya:
Mulyono. 2009. Manajeman administrasi dan organisasi pendidikan. Jogjakarta: ar ruzz media
Tim dosen administrasi pendidikn UI. 2009. Manajemen pendidikan. Bandung: alfabeta
Qomal, mujmil. 2007 .manajemen pendidikan islam. Surabaya: PT gelora aksara erlangga






Minggu, 17 November 2013

kepemilikan

PEMBAHASAN
HUKUM ISLAM TENTANG KEPEMILIKAN
A.    Kepemilikan
1.      Pengertian Milkiyah dan Dasar Hukumnya
Milkiyah berasal dari kata milkun  berarti sesuatu yang berada dalam kekuasaanya. Menurut istilah milkiyah (kepemilikan), adalah suatu harta atau barang yang secara hukum dapat dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan untuk dipindahkan penguasaanya kepada orang lain menurut kebiasaan yang berlaku. Misalnya, hewan yang dimiliki seseorang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya dan dapat dibenarkan secara hukum untuk dijual kepada orang lain.
Islam memperbolehkan untuk mempertahankan harta dari tindakan kejahatan orang lain. sabda rasulullah SAW:
مَن وجد عين ما له عند رجل فهو احق به ويثبع البيع من با إعه اي يرجع المشثري على البا  

“Barang siapa mendapat barang miliknya ada pada orang lain, ia berhak mengambilnya kembali dan penjualannya ditanggung oleh orang yang menjualnya (maksudnya si pembeli menuntut kepada si penjual)” (HR. Abu Daud dan Nasa’i).
     Sesua dengan dalil di atas maka mempertahankan hak milik itu menjadi kewajiban. Apabila harta yang dimiliki diambil alih pihak lain dengan cara yang tida sah, meskipun telah dijual kepada pihak lain maka si pemilik diperbolehkan untuk mengambil kembali karena jual belinya tidak sah.
2.      Sebab-Sebab Kepemilikan
Harta atau barang yang dimiliki seseorang dapat disebabkan hal-hal sebagai berikut:
a.       Barang atau harta itu umum, yaitu harta yang memang menurut kebiasaannya dapat dimiliki bagi yang mendapatkanya. Contohnya: ikan yang ada di laut, hewan buruan, harta rizak, pepohonan dihutan belantara. Benda-benda tersebut boleh dimiliki oleh siapa saja yang mendapatkannya.
b.      Barang atau harta yang dimiliki dengan melaksanakan akad, yaitu barang-barang atau harta yang kepemilikannya harus didahului oleh adanya akad, seperti harta diperoleh lewat akad jual beli, hibah, pinjam meminjam, dan hutang piutang.
c.       Barang atau harta yang diperoleh lewat pewarisan, yaitu harta-harta atau barang yang dapat menjadi milik karena ia mendapat bagian harta pusaka yang ditinggalkan oleh ahli waris, atau mendapat wasiat untuk memiliki harta dari seseorang pemberi wasiat kepadanya.
d.      Harta atau barang yang dapat menjadi milik karena hasil pembiakan dari harta yan dimiliki sebelumnya. Contohnya, anak kambing yang dipelihara, pepohonan dari menebarnya biji pohon induk yang semula dimilki di kebun miliknya.
3.      Macam Macam Kepemilikan
a.       Kepemilikan penuh (milk al-taam), yaitu penguasaan dan pemanfaatan terhadap benda atau harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara hukum. Contoh: Ahmad memiliki rumah, sawah, kendaraan, dan lain sebagainya. Ahmad dapat menguasai dan memanfaatkan harta itu tanpa ada orang yang membatalkan.
b.      Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada penguasaan materinya saja, tidak dibenarkan secara hukum untuk memanfaatkannya. Contoh: Nisa menyewakan rumah atau sawah kepada Alfi, maka Nisa hanya berhak menguasai materinya saja, sedangkan pemanfaatan dari harta tersebut berada dalam penguasaan orang yang menyewa.
c.       Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum untuk menguasai materi harta itu. Contoh: Dian menyewa harta, yag berupa rumah atau sawah kepada Fita, maka Fita hanya berhak mengambil manfaat dari barang (materi) tersebut saja, sedangkan materi barang tersebut berada dalam penguasaan orang yang menyewakan.
kepemilikan manfaat dapat berakhir apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
a)      Habis masa sewa atau masa pemanfaatannya.
b)      Barang yang dimanfaatkan itu rusak/hilang, sehingga tidak dapat digunakan lagi.
c)      Salah satu pembuat akad meninggal dunia.

4.      Ihrazul Mubahat dan Khalafiyah
a.      Ihrazul Mubahat
       Ihrazul Mubahat ialah segala sesuatu yang mengakibatkan mubah (boleh). Prinsip ini sebagai dasar sebab kepemilikan harta. Ihrazul Mubahat
Dimaksudkan sebagai kewenangan memiliki harta yang tidak bertuan. Contohnya, binatang buruan, pepohonan yang hidup hidup di hutan berantara, ikan yang hidup dilaut, atau kekayaan lainnya yang tidak bertuan. Hal ini menunjukan boleh dimiliki dan dikuasai oleh siapapun yang dapat menemukannya. Syarat ihrazul mubahat:
1)      Benda atau harta yang ditemukan itu belum ada yang memilikinya. Contohnya, ikan yang hidup di sungai atau di laut dapat ditangkap dan dimiliki oleh siapa saja karena belum ada yang memilikinya.
2)      Benda atau harta yang belum ditemukan itu memang dimaksudkan untuk dimilikinya. Contohnya, burung yang menyasar dan masuk ke rumah bukan lantas menjadi milik pemilik rumah tersebut. Dengan demikian, orang lain masih memungkinkan dapat memiliki burung itu apabila dapat menangkapnya karena didirikannya rumah itu untuk tempat tinggal bukan untuk menangkap burung liar.
b.      Khalafiyah
       Khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru di tempat yang lama yang sudah tidak ada dalam berbagai macam haknya. Macam-macam khalafiyah:
1)      Khalafiyah syakhsy ‘an syakhsy (seseorang terhadap seseorang)
      Khalafiyah syakhsy ‘an syakhsy adalah kepemilikan suatu harta yang ditinggalkan oleh pewarisnya, sebatas memiliki harta bukan mewarisi hutang sipewaris. Harta yang ditinggalkan si pewaris disebut tirkah.
2)      Khalafiyah syai’in ‘an syai’in (sesuatu terhadap sesuatu)
     Khalafiyah syai’in ‘an syai’in adalah kewajiban seseorang untuk mengganti harta/barang milik orang lain yang dipinjam karena rusak atau hilang sesuai harga dari barang tersebut yang dipinjam. Maka Khalafiyah syai’in ‘an syai’in ini disebut tadlmin atau ta’widl (menjamin kerugian).[1]

5.      Hikmah Kepemilikan
Ada beberapa hikmah disyariatkannya kepemilikan dalam Islam, antara lain:
a.    Terciptanya rasa aman dan tentram dalam kehidupan bermasyarakat.
b.    Terlindunginya hak-hak individu secara baik.
c.    Menumbuhkannya sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
d.   Timmbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.
6.      Ihyaul Mawat
a.       Pengertian ihyaul  Mawat
      ihyaul  Mawat berasal dari dua lafadz yang menunjukan satu istilah dalam fiqh dan mempunyai maksud tersendiri, yakni ihya berarti menghidupkan dan mawat berasal dari maut yang berarti mati atau wafat. Menurut Sulaiman Rasyid bahwa yang dimaksud dengan al-mawat adalah membuka tanah baru. Maksud tanah baru adalah tanah yang belum dikerjakan oleh siapapun yang berarti tanah itu tidak dimiliki oleh seseorang atau tidak diketahui pemiliknya.
      Ihyaul Mawat ialah upaya untuk membuka lahan baru atas tanah yang belum ada pemiliknya. Misalnya, membuka lahan untuk lahan pertanian, menghidupkan lahan tandus menjadi produktif yang berasal dari rawa-rawa yang tidak produktif atau tanah tandus lainnya agar menjadi produktif.[2]
b.      Hukum Ihyaul Mawat
       Menghidupkan lahan yang mati hukumnya jaiz (boleh) berdasarakan hadits Rasulullah SAW, sebagai berikut;
مَنْ اَحْيَاأَرْضًا مَيِتَةً فَهِيَ لَهُ وَلَيْسَ لِحِرْقٍ ظَا لِمٍ حَقٌ( رواه ابوداودوالنس ئى والترمدى)                            
“Artinya: Barang siapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi haknya, orang yang mengalirkan air dengan dzalim tidak mempunyai haknya”(HR. Abu Daud, An-Nasa’i dan Tirmidzi).
c.       Syarat Ihya Al-mawat
       Membuka lahan baru (ihya al-mawat) harus terpenuhi syarat-syarat antara lain:
1)      Sebagian tanah dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang dapat (mampu) memanfaatkannya dan menjaganya.
2)      Hak guna usaha, yaitu tanah tersebut diberikan kepada orang-orang tertentu yang layak dan mampu menfungsikannya. Hasilnya untuk pengelola, tetapi tanah tersebut bukan atau tidak menjadi hak milik. [3]
d.      Hikmah Ihyaul Mawat
1)      Mendorong manusia untuk bekerja keras dalam mencari rezeki.
2)      Munculnya rasa kemandirian dan percaya diri bahwa didalam jagad raya ini terdapat potensi alam yang dapat dikembangkan untuk kemaslahatan hidup.
3)      Termanfaatkannya potensi alam sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah atas kemampuan manusia dalam bidang IPTEK.
B.     Akad
1.      Pengertian dan Dasar Hukum Akad
Akad menurut bahasa memiliki beberapa arti, yakni arrabtu berarti  ikatan mengikat, ‘aqdatun artinya sambungan dan al-‘ahudu artinya janji. Sedangkan menurut istilah adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu pembuatan hukum dengan cara tertentu yang dilakukan untuk sahnya  sebuah perbuatan.  Dasar hukum dilakukannya akad firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ الأنْعَامِ إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ (١)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian atau akad itu hukumnya adalah wajib.
2.      Syarat dan Rukun Akad
a.       Syarat akad
1)      Syarat orang yang bertransaksi antara lain; berakal, baligh, mumayyis dan orang yang dibenarkan secara hukum untuk melakukan akad.
2)      Syarat barang yang akan diakadkan, antara lain; bersih, dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan akad, dan barang itu diketahui keberadaannya.
3)      Syarat sighat adalah ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis, ijab dan qabul harus ucapan yang bersambung, dan ijab dan qabul harus merupakan pemndahan hak dan tanggng jawab.
b.      Rukun akad
1)      ‘Aqid ialah orang yang berakad, dua orang atau lebih yang melakukan akad
2)      Ma’qud ‘alaih ialah sesuatu yang diakadkan.
3)      Maudhu’ al ‘aqd tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.
4)      Sighat al ‘aqd ialah ijab dan qabul.
3.      Macam-macam Akad
a.      ‘Aqad Munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad.
b.      ‘Akad Mu’alaq ialah akad yang didalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad.
c.       ‘Akad Mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan.
4.      Cara Akad
a.       Akad lisan, yaitu akad yang dilakukan dengan cara pengucapan lisan.
b.      Akad tulisan, yaitu akad yang dilakukan dengan cara tertulis, seperti akad yang tertulis di atas kertas bersegel atau akad yang melalui akta notaries.
c.       Akad perantaraan utusan (wakil), yaitu  akad yang dilakukan dengan melalui utusan atau wakil kepada orang lain agar bertindak atas nama pemberi mandate.
d.      Akad isyarat, yaitu akad yang dilakukan dengan isyarat.
e.       Akad ta’athi (saling memberikan), yaitu jual beli tanpa menggunakan akad,cukup dengan saling menyerahkan barang dan alat pembayar karena harga sudah diketahui berdasarkan kebiasaan. [4]
5.      Hikmah Akad
a.       Munculnya peratanggungjawaban moral dan material.
b.      Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
c.       Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d.      Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
e.       Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.                  




















DAFTAR PUSTAKA
Suhendi, Hendi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers.
Rasyid Sulaiman.2004. Fiqh Islam. Jakarta: At-Tahairiyah.
Rasyid Sulaiman.1976. Fiqh Islam. Jakarta: At-Tahairiyah.
Kanwil Depag. 2004. Fiqih untuk Madrasah Aliyah. Jawa Tengah: CV. Gani & Son.


Poskan Komentar (Atom)




[1] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm. 38-39.
[2] Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (At-Tahairiyah: Jakarta, 1976), hlm. 319.
[3] Muhammad al-Syarbani al-Khatib, Al-Iqna fi Hall al-Alfadz Abi Syuja’, (Dar al-Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah: t.t.), hlm 78.
[4] Hendi Suhendi, op.cit. hlm. 46-47.